Sabtu, 20 April 2013

Kerinduanku :')


Aku rindu senyumanmu. Aku rindu canda tawamu. Aku rindu perhatianmu. Aku rindu kecemburuanmu. Aku rindu genggaman tangamu. Aku rindu amarahmu. Aku rindu suaramu. Aku rindu alunan lagu yang kau petik untukku. Aku rindu itu semua. Aku rindu bersamamu.
Bisakah kau mendengar kerinduanku ini? Akankah kau merasakan hal yang sama padaku? Akankah kau juga akan mengatakan jika kau merindukanku juga? Kau tau rasanya merindu tapi tak bisa mengungkapkan itu begitu menyakitkan. Jangan kau anggap sepele rindu yang kurasakan ini. Aku harap kau juga merasakan rindu yang sama.
Bisakah kerinduan ini terobati? Walau hanya bertemu lima menit saja, aku akan begitu bahagia. Meskipun rindu ini tidak dibayar dengan pertemuan, aku harap ada sebuah pesanmu yang bisa mengobati setengah kerinduanku ini. Tapi mungkin sekarang kau tidak merasakan kerinduan ini. Atau mungkin perasaanmu memang telah menghilang semenjak ada perpisahan, bahkan sebelum ada kata perpisahan. Walaupun begitu, kau pasti tetap tau jika perasaan yang kumiliki akan selalu sampai saat ini. Kerinduan ini masih akan terus kurasakan, bahkan jika menyiksa batinku. Tapi aku akan tetap sabar menjaga kerinduan ini. Kerinduan yang aku miliki untuk dirimu :’)

Kamis, 18 April 2013

AKU DAN KAMU


Kata orang bila kita sedang jatuh cinta, dunia serasa milik berdua. Pernahkah kamu membayangkan itu menjadi nyata? Di dunia ini hanya ada kita berdua, aku dan kamu. Ya, hanya berdua saja. Tidak ada yang lain. Hanya aku dan kamu. Melakukan semua hal berdua. Jalan-jalan di pantai hanya berdua, aku dan kamu. Makan di cafe hanya berdua, aku dan kamu. Menonton di bioskop hanya berdua, aku dan kamu. Semua aktivitas kita lakukan berdua. Aku dan kamu. Dengan begitu, kamu tidak akan pernah tinggalkan aku, karena kamu pasti tak mampu hidup di dunia ini hanya sendiri. Begitu juga denganku, aku juga tidak akan meninggalkanmu, karena aku juga tak mampu hidup di dunia ini sendiri. Tapi sayangnya dunia ini tidak seperti yang kita bayangkan. Dunia ini tampak ramai dan bukan hanya ada aku dan kamu saja. Namun aku tetap merasakan indahnya dunia yang aku anggap hanya ada AKU DAN KAMU.

Senyumanmu


                “Jadi siapa orangnya?” tanya Mersya setengah berbisik pada Nada, karena kami sekarang sedang di dalam kelas mengikuti mata kuliah Bu Ratna yang menurutku dan mahasiswa lainnya begitu membosankan.
                “Orang yang mana?” Tanya Nada sedikit bingung sambil setengah bebisik seperti yang dilakukan Mersya barusan.
                “Ya ampun Nada. Cowo yang kemarin sering kamu liat di perpustakaan itu. Jangan bilang kalau sampai saat ini kamu belum tau dia siapa.” Mersya masih terus berbicara dengan rasa penasarannya. Ya, Nada memang senang sekali ke perpustakaan akhir-akhir ini. Bukan karena ingin meminjam buku di perpustakaan, namun karena seorang pria tampan yang selalu membaca buku dengan  gagah dan berwibawa di perpustakaan. Walaupun Nada sangat sering sekali bertemu dengan dia yang sedang membaca buku di perpustakaan kampus, tapi dia tidak terlihat seperti mahasiswa-mahasiswa kutu buku yang berdandan culun dengan kacamata tebal mereka. Dia tetap terlihat keren dan memesona. Terutama memesona bagi Nada.
                “Aku belum tau dia sih.” Kata Nada setelah ia puas mengingat tentang pria idamannya itu.
                “Hah? Terus?” Mersya semakin penasaran.
                “Ya terus nggak kenapa-kenapa. Emangnya mau gimana?” Nada masih santai aja menanggapi rasa penasaran sahabatnya itu.
                “Baiklah. Kuliah hari ini cukup sampai di sini. Jangan lupa tugas kalian untuk minggu depan. Terimakasih dan selamat siang.” Suara Bu Ratna memotong dan membuyarkan mereka berdua. Bu Ratna pun keluar kelas dengan diikuti mahasiswa yang lain, tidak terkecuali Nada dan Mersya.
                “Habis ini kamu mau kemana lagi? Mau ke perpustakaan?” tanya Mersya yang sepertinya masih penasaran pada sosok pria idaman Nada.
                “Hmm.. Kayaknya hari ini aku nggak ke perpus dulu Sya. Aku mau ke toko buku aja. Mau nyari buku buat tugasnya Bu Ratna.” Jawab Nada.
                “Yahh.. Padahal aku kan penasaran sama dia. Ya uda deh, aku ikut ke toko buku ya.” Kata Mersya. Dan mereka berdua pun langsung pergi menuju toko buku yang akan mereka tuju.

*****
               
                “Kamu mau beli buku apa?” tanya Mersya sesampainya mereka di dalam sebuah toko Buku.
                “Aku pengen cari buku tentang sastrawan deh kayaknya. Aku mau cari ke sebelah sana dulu ya. Kamu mau ikut Sya?”
                “Nggak deh. Aku mau cari novel aja. Mau tambah-tambah koleksi gitu.”
                “Oke deh. Aku ke sana dulu ya.” Pamit Nada seraya meninggalkan Mersya. Nada berjalan menuju sebuah rak buku yang berisikan buku para sastrawan. Melihat buku yang begitu banyak terpampang di rak itu, Nada pun kebingungan untuk memilih buku mana yang akan ia ambil. Setelah ia pusing mencari, ia pun menyerah. Nada berjalan menuju meja kasir dan hendak meminta saran kepada petugas di toko buku tersebut. Mungkin saja dia mendapatkan saran yang baik.
                “Selamat siang mbak, ada yang bisa saya bantu.” Sapa petugas toko buku itu dengan ramah.
                “Oh iya mas, jadi gini, saya itu lagi pengen cari buku tentang satrawan, tapi saya bingung milih bukunya. Kira-kira mas ada saran nggak?” tanya Nada penuh harapan.
                “Buku tentang Chairil Anwar sepertinya akan menarik. Beliau adalah salah satu seorang penyair terkenal yang ada di Indonesia. Syair-syair yang beliau ciptakan juga begitu indah dan mempunyai makna yang sangat mendalam. Mungkin itu bisa menjadi refrensi.”
                Mendengar penjelasan barusan Nada hanya terdiam. Bukan hanya terdiam, bahkan dia juga tidak mengedipkan matanya sama sekali. Ternyata yang menjawab pertanyaannya barusan bukan petugas dari toko buku tersebut, melainkan pria di perpustakaan yang Nada kagumi selama ini. Ya, pria itu sekarang berbicara padanya. Pria itu kini ada di sampingnya. Tapi Nada hanya terdiam dan tidak berkomentar apa-apa.
                “Kalo menurutku sih itu. Coba aja deh kamu baca buku itu. Pasti kamu akan suka. Selamat mencari.” Dia pun berlalu sambil melemparkan senyuman manis dari wajahnya. Menurut Nada, itu adalah senyuman terindah yang pernah ia lihat. Setelah kepergian pria itu, Nada hanya bisa terdiam dan masih tidak berkomentar apa-apa.
                “Ada yang bisa dibantu lagi mbak?” tanya petugas itu dan menyadarkan Nada dari bengongnya karena pria idamannya itu.
                “Eh hmm.. Uda mas uda. Makasih ya.” Jawab Nada gugup dan terbata-bata.
                “Oh baguslah, untung saja ada Mas Panji yang bisa membantu.” Kata petugas itu lagi.
                “Hah? Siapa mas? Panji? Kok mas bisa tau nama dia sih?” kali ini Nada yang bertanya kepada petugas tersebut.
                “Ya tau lah mbak. Dia kan pemilik toko buku ini. Mas panji memang sangat suka membaca, jadi ayahnya mas Panji memberikan kado spesial kepadanya, ya toko buku ini mbak. Memangnya mbak kenal sama mas Panji?”
                “Ah mmm nggak kok. Ya uda mas. Saya beli buku tentang Chairil Anwar aja, ada nggak?”
                “Sebentar ya mbak saya cari dulu.” Lalu petugas toko buku itu pun bergegas mencari buku milik Chairil Anwar.
                Oh jadi nama dia Panji. Ah aku tidak menyangka ternyata dia adalah pemilik toko buku ini. Kalau aku tau dari dulu, aku akan sering berkunjung ke tempat ini. Panji oh Panji, senyuman tadi adalah senyuman paling indah yang pernah ku lihat. Batin Nada dalam hati.
                “Nad, gimana? Uda dapet bukunya? Aku uda dapet nih.” Suara Mersya tiba-tiba membuyarkan semua lamunan Nada tentang Panji dan senyumannya.
                “Uda. Aku dapet buku tentang Chairil Anwar. Habis kita bayar, langsung pulang yuk. Aku uda nggak sabar mau baca buku ini.” Ajak Nada sambil membayar buku yang sudah dicarikan oleh petugas tersebut.

*****

                Keesokan harinya, Nada berniat untuk lebih memberanikan diri. Dia berencana untuk mengajak bicara Panji, pria idamannya selama ini. Nada pun melangkahkan kakinya menuju perpustakaan. Seperti dugaan Nada, Panji sudah duduk manis sambil membaca sebuah buku. Ternyata nyali Nada tidak sebesar yang ia bayangkan. Saat melihat wajah Panji, rasanya susah baginya untuk hanya sekedar berkata “Hai” saja.
                Nada pun mengeluarkan secarik kertas dan menulis sesuatu di atas kertas tersebut. Nada melihat lagi ke arah Panji yang ada di depannya. Dan  Panji masih asik dengan bukunya. Nada berjalan pelan melangkahkan kakinya, mendekati Panji yang sedang asik membaca. Sesampainya di dekat Panji, Nada bukannya berbicara atau menyapa Panji, tapi dia malah hanya memberikan secarik kertas yang tadi Nada pegang dan memberikannya kepada Panji, lalu ia berlari meninggalkan Panji.
                Panji hanya terdiam dan heran melihat tingkah laku Nada barusan. Ia hanya memandangi sebuah kertas yang ada di dalam genggamannya saat ini. Dengan rasa penasaran, Panji pun membuka kertas yang diberikan oleh Nada.
                Terimakasih ya buat saran kamu kemarin. Itu sangat membantuku untuk menentukan pilihan. Terimakasih juga untuk sebuah senyuman yang kamu berikan kemarin. Itu adalah senyuman terindah yang pernah aku lihat. Maaf jika aku lancang menulis ini semua. Tapi aku hanya ingin berterimakasih saja. Terimakasih Panji sudah menjadi penyemangatku selama ini. Walaupun aku hanya mampu melihatmu dari kejauhan, tapi aku sudah cukup bahagia. Apalagi saat melihat sebuah senyuman di wajahmu. Aku begitu bahagia. Terimakasih sekali lagi. Nada
                Panji hanya tersenyum membaca tulisan singkat dari Nada untuknya. Dia pun mulai mengambil sebuah bulpoin yang ada di dalam kantongnya, dan menulis di dalam kertas yang sama. Setelah selesai menulis, ia pun meninggalkan secarik kertas tersebut di meja itu juga. Dia tau pasti Nada akan mengambil kertas tersebut lagi. Lalu ia pun pergi dengan meninggalkan kertas tersebut di atas meja.
                Ternyata benar dugaan Panji, sedaritadi Nada masih berada diantara rak-rak buku di dalam perpustakaan. Dia masih belum pergi meninggalkan Panji. Tapi kali ini, Panji lah yang pergi dan meninggalkan secarik kertas di atas meja. Dengan cepat, Nada langsung mengambil kertas itu dan membaca tulisan yang Panji tulis.
                Sebelum kamu menulis surat ini, aku sudah tau jika kamu sering sekali memperhatikanku. Aku tau jika kamu sering melemparkan senyum untukku. Walau aku tidak melihatnya, tapi aku bisa merasakannya. Jika kau tau, aku juga merasakan hal yang sama dengan mu. Kau juga menjadi salah satu bagian dari semangatku. Senyumanmu juga begitu indah bagiku. Tapi maaf, bukannya aku ingin menolakmu, tapi aku belum siap untuk menjalin sebuah hubungan dengan siapapun. Aku ingin fokus dengan kuliahku terlebih dahulu. Aku tau ini pasti menyakitkan bagimu. Tapi percayalah, aku berjanji setelah kelulusan kita, aku akan menemuimu dan menyatakan cinta ini dengan resmi kepadamu. Apa kau bersedia menantiku? Apa kau bersedia juga menjaga hati untukku selama itu? Tunggu aku dua tahun lagi, dan kita akan merasakan apa itu yang namanya cinta dengan indah. Terimakasih untuk senyumanmu kepadaku, janganlah berhenti tersenyum kepadaku, karena senyumanmu membuatku semangat untuk menjalani dua tahun ini. Terimakasih. Panji.
                Tak terasa ada sesuatu yang basah mengalir dikedua pipi lembut Nada. Membaca tulisan yang diberikan oleh Panji dia merasa terharu dan bahagia. Dia tidak bisa menahan air mata bahagia yang keluar dari matanya kali ini. Ternyata Panji juga sering memperhatikannya dan dia menyuruh Nada menunggu selama dua tahun. Jika itu memang mau Panji, Nada akan siap menjaga hatinya untuk Panji.
                Dari kejauhan terlihat sosok Panji yang sedang memandangi Nada. Ternyata Panji masih belum beranjak dari perpustakaan. Dia ingin melihat reaksi Nada saat membaca balasan surat darinya. Melihat ekspresi Nada yang bahagia, Panji pun tersenyum sangat manis dan lega. Ia pun berjanji akan benar-benar menjaga hatinya untuk Nada dan menepati janjinya dua tahun yang akan datang. Kini Panji dan Nada pun sama-sama tersenyum, karena ternyata senyuman mereka berdualah yang bisa menjadi semangat satu sama lain.

Rabu, 17 April 2013

Penatianku


               Aku berjalan diantara kesepian yang menyelimutiku. Dikelilingi oleh ilalang disekitarku. Duduk di bawah sinar mentari yang begitu cerah. Ditemani oleh nyanyian dari para burung yang membuat hatiku terasa lebih damai. Seorang diri di tengah-tengah sebuat penantian. Tiga tahun itu bukan waktu yang sebentar untuk sebuah penantian. Dan akhirnya, hari ini juga penantian ku usai sudah. Menanti seseorang yang aku sayangi, hari ini pun kami akan bertemu. Setelah tiga tahun lamanya kami memutuskan untuk tidak saling bertemu dan berjanji menjaga hati kami masing-masing untuk tiga tahun lamanya, akhirnya hari ini adalah akhir dari penantian ku.
                Pagi ini akan menjadi saksi pertemuan ku dengan pria yang aku cintai selama ini. Menjaga hati untuk tiga tahun lamanya bukan lah waktu yang sebentar dan tidak terasa ringan. Semuanya aku lakukan demi seorang pria aku cintai. Aku masih terduduk manis di bawah sebuah pohon yang rindang. Hanya seorang diri termenung menanti seseorang yang aku rindukan selama tiga tahun ini. Satu jam aku menunggu, dia tidak datang. Dua jam aku masih menunggu, aku masih belum melihat wajahnya, tiga jam, empat jam sampai delapan jam aku menunggu, dia tetap tidak muncul dihadapanku. Sekarang sudah pukul 16.00 WIB, sudah dari pukul 08.00 WIB aku menunggunya di sini, tapi dia tak juga muncul dihadapanku.
                Tak terasa pipi ku sudah basah dengan air mataku. Betapa kecewanya aku hari ini. Seharusnya hari ini menjadi hari yang istimewa untuk aku dan Ruben. Tapi dia malah membuatku menunggu selama ini dan membuatku sangat kecewa padanya. Hari sudah mulai gelap, saat aku hendak beranjak dari tempat yang aku duduki, tiba-tiba aku terdengar suara langkah kaki seseorang. Aku mengira jika itu adalah Ruben. Senyum langsung mengembang diwajahku. Dengan bahagianya aku langsung membalikkan badanku untuk melihat kekasih yang sangat aku rindukan itu.
                “Rubbeeenn..” Panggilku dengan senyum mengembang saat membalikkan seluruh badanku. Tapi, senyuman ku tiba-tiba pudar karena yang aku temukan bukanlah sesosok pria yang aku rindukan, melainkan teman dari pria yang aku rindukan.
                  “Albert? Mana Ruben?”
                   Albert terdiam. Aku terdiam. Suasanya menjadi hening sejenak.
              “Samantha....” Panggil Albert pelan. Samantha masih terdiam. “Hmmm.. aku ke sini...” Albert seperti susah untuk berkata-kata.
              “Mana Ruben?” Samantha bertanya dengan sedikit tegas pada Albert. Namun, Albert hanya menunduk dan terdiam. “Mana Ruben???!!!” Kini Aku mulai mengencangkan suaraku.
                   “Rubeeenn...” Albert masih susah untuk berkata-kata.
                  “Aku tanya, mana rubbeenn??” Samantha masih bersikeras untuk mengetahui dimana kekasihnya itu sekarang.
                “Tenang Tha. Tenang!! Aku mau bilang Ruben dimana sekarang. Tapi kamu jangan marah-marah terus kayak gini.” Aku pun terdiam dan menunduk mendengar ucapan Ruben barusan. Air mata sepertinya sudah mengalir deras membasahi kedua pipiku.
                “Ayo ikut aku..” Ajak Albert sambil menggandeng tanganku untuk menuntun ku ke tempat Ruben saat ini.
                Albert membawa ku ke sebuah tempat yang begitu sepi. Aku sempat berpikir apakah benar Ruben ada di sini. Tempat ini benar-benar membuat ku ragu. Tempat setiap manusia di istirahatkan untuk selamanya. Albert pun memberhentikan mobilnya. Ia mengajak ku turun dari mobil. Albert melangkah di depan ku, aku pun mengikuti langkahnya. Aku tidak berani berkata apapun. Aku terdiam, Albert pun terdiam.
             Tiba-tiba langkah Albert terhenti pada sebuah batu nisan. Dengan takut dan ragu aku melihat ke arah batu nisan itu. Ternyata benar dugaan ku, batu nisan itu bertuliskan nama “Ruben Ardiansyah” orang yang selama tiga tahun ini aku tunggu, orang yang selama ini aku sayangi dan cintai sekarang namanya terukir di dalam batu nisan.
               Aku terduduk di sebelah batu nisan yang bertuliskan nama Ruben. Aku menangis dengan memeluk batu nisan itu. Serasa tak percaya dengan semua ini, aku menangis terus-menerus. Albert lalu memeluk ku dan menenangkan ku.
                “Dua hari yang lalu dia meninggal karena kecelakaan. Saat dia pulang dari London untuk bertemu dengan mu, dia berencana membelikan mu sebuah hadiah. Tapi ternyata di tengah perjalanan ada seorang anak kecil yang menaiki motor dengan ceroboh. Untuk menghindari menabrak anak itu, Ruben pun membanting setir, dan...” Cerita Albert terhenti karena air matanya sudah akan menetes, “Dan akhirnya dia menabrak pembatas jalan dan meninggal di tempat.” Lanjut Albert yang langsung meneteskan air mata.
              Mendengar cerita Albert, tangisan ku langsung menjadi. Aku tidak menyangka dia meninggal karena ingin membelikan ku hadiah. Aku tidak bisa menghentikan air mata ini. Ruben kau melanggar janjimu. Bukankah kau bilang tiga tahun yang lalu, pada hari ini kau janji akan datang untuk bertemu ku. Bukankah pada saat di London kau selalu mengatakan untuk tidak sabar bertemu denganku. Tapi kenapa kau melanggar janjimu? Kau berbohong padaku. Kau meninggalkan ku untuk selamanya. Penantian ku selama ini kenapa sia-sia seperti ini? Walaupun kau sudah berada jauh di sana, aku akan tetap mencintaimu dan menunggu untuk bertemu dengan mu.

"KITA"


Telah lelah tangan ini ingin menggapai mu. Telah lelah suara ini memanggil namamu. Telah lelah pikiran ini memikirkan mu. Telah lelah hati ini merasakan semua ini. Lelah rasanya mencari perhatian mu kembali. Menginginkan masa lalu bisa kembali hadir menemaniku saat ini. Tapi itu hanyalah sebuah mimpi didinginnya malam. Takdir berkata tidak sesuai dengan harapanku. Perpisahan harus memisahkan sebuah cinta yang masih bersemi di dalam hati. Relung jiwa merasakan kepenakan tentang cinta. Apakah harus percaya dengan cinta yang tulus? Disaat rasa ini telah lelah merasakan sebuah cinta semu, aku berharap semua ini hanyalah mimpi. Jika benar ini mimpi, maka cepat bangunkanlah aku dari mimpi buruk ini.

Kebahagiaan, kebersamaan, dan keceriaan “kita” selama ini sudah tidak tampak lagi di depan mataku. Aku hanya bisa melihat itu semua di belakangku. Aku ingin bisa melihat itu lagi di depan mataku, tapi rasanya aku sudah lelah untuk memperjuangkan “kita” yang dulu. “Kita” yang sekarang bukan lagi “kita” yang dulu. “Kita” yang sekarang sangatlah berbeda. Ya, berbeda. “Kita” yang sekarang seperti tidak pernah mengenal satu sama lain. “Kita” yang sekarang sudah saling menjauh satu sama lain. Dan “kita” yang sekarang berusaha untuk tidak peduli lagi sama lain. Jika kau tau, aku sangat merindukan “kita” yang dulu, “kita” yang dulu itu lebih indah daripada “kita” yang sekarang.

Akankah bisa kembali “kita” yang seperti dulu? Kebahagiaan itu begitu aku rindukan. Tapi kecuekanmu membuat aku sadar, bahwa ‘mungkin’ begitu sulit untuk kembali menjadi “kita” yang dulu. Jika kau bertanya bagaimana rasa yang aku rasakan sekarang, aku akan menjawab “Rasa yang aku rasakan sekarang sama seperti rasa yang aku rasakan saat kita pertama bertemu”. Aku tau jika aku memang bukanlah wanita tegar yang dapat menerima semua kenyataan ini. Mungkin rasa yang kau rasakan juga sudah berbeda atau bahkan menghilang. Aku terima itu. Mungkin. Ya, mungkin aku bisa terima itu. Tapi apakah aku salah jika aku masih mengharapkan “kita” yang dulu?

“Kita” yang sekarang masih sulit untuk aku terima. Lelah hati ini untuk merasakan “kita” yang sekarang. Tak ada lagi perhatian, tak ada lagi kata sayang, tak ada lagi canda tawa, dan tak ada lagi pertengkaran karena sebuah kecemburuan. Ya, “kita” yang sekarang hanya “kita” yang menjalani hidup masing-masing, tidak memperdulikan satu sama lain, bahkan seperti tidak saling mengenal satu sama lain. Itu lah “kita” yang sekarang. Mungkin aku terlalu berlebihan, tapi itu lah rasa yang aku rasakan saat ini juga. Tanpa dirimu di sampingku. Tanpa perhatianmu lagi kepadaku. Dan tanpa panggilan sayangmu lagi kepadaku. Tapi aku yakin, mungkin di masa depan, “kita” yang sekarang akan berubah menjadi “kita” yang dulu lagi. Semoga. Ya, semoga saja :’)

Selasa, 16 April 2013

Sebuah Penantian :')



Tidak ada yang salah dengan cinta ini. Sebuah penantian yang mungkin akan menjadi penantian panjang. Disaat yang lain bertemankan cinta, aku di sini hanya bertemankan sepi. Disaat yang lain tersenyum karena cinta, aku terdiam karena cinta. Ini adalah sebuah penantian yang melelahkan. Aku tidak tau sampai kapan penantian ini akan terus ada. Menanti sebuah cinta yang akan menyambutku di masa depan. Menangis karena cinta, lelah karena cinta, dan merasa sepi karena cinta. Ketika ini semua sudah terasa menjenuhkan, apa yang harus aku lakukan? Jika harus ada kata perpisahan, aku akan mencoba untuk menjadi seseorang yang tegar dan menerima semua ini.


Penantian yang tidak tau sampai kapan harus ku lakukan.  Pintaku hanyalah semoga penantian ku tidak akan menjadi sebuah penantian yang sia-sia. Menanti sebuah cinta yang datang menghampiriku di masa depan. Menunggu entah sampai kapan aku harus menunggu. Kesetian ku terus diuji, tetapi aku tetap berusaha untuk bertahan. Menanti datangnya cinta itu, walau aku harus menunggu begitu lama. Penantian panjang yang selalu aku anggap sebagai sebuah penantian yang indah. Mengistirahatkan sebuah hati yang akan menjemputku di masa depan.

Ini semua begitu melelahkan memang, tapi aku berusaha untuk selalu tersenyum menghadapinya. Walaupun hati ini merasa sakit dan menangis, tapi aku berusaha tersenyum bahagia karena penantian ini. Aku masih ingin bersamamu. Aku masih ingin menyambut masa depan bersamamu. Demi itu semua, aku rela jika harus terus menanti. Meskipun aku tidak tau sampai kapan. Tapi aku akan tetap menantimu. Berjanjilah padaku, jangan sia-siakan penantian ku ini. Kau bisa mengingkari semua janjimu dulu yang pernah kau berikan kepadaku, tetapi kali ini aku mohon kepadamu. Tepatilah janjimu!! Berjanjilah kita akan menyambut masa depan bersama-sama. Berjanjilah kita akan bertemu di masa depan. Berjanjilah kau juga akan setia menjaga hatimu untukku.

Aku boleh kehilanganmu kali ini, tapi aku tidak ingin kehilanganmu di masa depan nanti. Kita boleh berpisah saat ini, tapi aku ingin bertemu denganmu di masa depan nanti. Aku akan terus menanti mu :') sampai kita bertemu di masa depan nanti :) akan kujadikan ini sebagai penantian yang sangat indah.