Selasa, 18 Juni 2013

Sebuah Memori



      Tanpa kusadari memori itu teringat kembali. Memori kenangan yang selama ini selalu berusaha untuk aku lupakan. Tanpa sengaja aku bercerita panjang lebar kepada semuanya tentang ‘kita’ yang dulu. Aku mengingat semua kejadian saat ‘kita’ masih bersama. Mengulang kembali kisah yang telah terkubur selama beberapa bulan ini. Seharusnya aku sudah tak lagi mengingat semua itu bukan? Tapi otak ku selalu egois dan memaksaku untuk selalu mengingat semua kenangan itu. Mulutku terlalu lancang untuk menceritakan semuanya kembali. Membuat mata tak bisa lagi berbohong bahawa aku masih mencintai dan merindukannya. Kali ini aku menahan air mataku agar tidak mempermalukan ku di depan kenangan bodoh itu. Aku tak ingin mataku mengeluarkan sesuatu yang berair lagi dan membasahi kedua pipiku. Hatiku sudah merasa lelah dengan semua kebodohan ini. Tapi bagiku, memori ‘kita’ yang dulu terlalu indah untuk aku buang begitu saja.

       Aku tahu jika sebuah perpisahan mengajari kita untuk bisa lebih dewasa. Tapi apa kau tahu, perpisahan ini begitu kejam bagiku. Ia datang tanpa ku undang di dalam kehidupan cintaku. Dia datang dan mengacaukan segala mimpi indah yang sedang aku rasakan. Dan dia datang mengubah segalanya. Pertemuan singkat ini, telah dihapuskan oleh sebuah perpisahan. Semua memori tentang ‘kita’ yang dulu masih selalu terbayang dan membuat perpisahan tertawa bahagia melihatnya. Mungkin aku terlalu berlebihan, tapi inilah perasaan seseorang yang tulus mencintai kekasihnya. Tapi perpisahan ini masih tak terlalu menyakitkan bila dibandingkan dengan dirimu yang ‘mungkin’ sudah melupakan semua kenangan ‘kita’ yang dulu. Tidak ada yang lebih menyakitkan saat kita hanya mengingat memori seorang diri, tanpa dia yang mengingatnya juga.

     Ketika semua itu terjadi, aku hanya bisa tertawa menertawakan diriku sendiri yang bodoh ini. Ya, mungkin diriku memang bodoh karena masih menyimpan semua memori itu. Bahkan kini memori itu semakin sesak di dalam otakku. Sehingga, otakku sudah tidak bisa menerima memori lain kecuali tentang ‘kita’ yang dulu. Memori ini memaksaku untuk selalu menceritakan semuanya kembali. Sampai kapan keegoisan ini akan berlanjut? Sampai kapan hati ini merasakan sakit karena merindu? Bahkan bibir ini terlalu pengecut. Saat mata ini melihat kembali wajah seseorang di masa laluku, ia tak berani menyapanya. Yang ia lakukan hanyalah membuat tubuh ini mematung dan hati ini berdebar tanpa memberikan sepatah kata pun kepada sesosok yang aku rindukan itu. Kembali otak ini memutar semua memori. Sampai kapan kah aku harus menyimpan semua memori yang dulu terlihat indah, namun sekarang begitu menyakitkan.

         Tapi setelah aku berpikir, biarkanlah kenangan ini masih tinggal di dalam pikiran ku. Walaupun dirinya ‘mungkin’ telah melupakan semuanya, tapi aku masih ingin menyimpan semuanya. Karena semua yang ‘kita’ laluin dulu, bagiku adalah kenangan yang terindah.