Jumat, 18 September 2015

Ketukan



Pintu ini sudah lama tertutup. Tak ada satu pun yang mengetuknya lagi. Pintu ini seperti enggan menerima kode yang berbeda. Aku selalu menunggu di balik pintu. Akankah seseorang berani mengetuk pintu ini lagi?
Aku masih terdiam. Kutundukan kepalaku. Tanpa kusadari, ada sesuatu yang membasahi pipi ini. Duniaku gelap. Aku bahkan tak memiliki sebuah cahaya yang dapat menerangi duniaku. Pintu ini masih tampak sepi. Tak ada sedikit pun suara ketukan. Entah sampai kapan aku akan menunggu seseorang berani mengetuknya untuk ku. Entah sampai kapan aku harus terdiam diri dibalik pintu menanti datangnya sebuah ketukan. Aku lelah, sangat lelah.

Berada dalam dunia gelap tanpa adanya cahaya dan warna, apakah aku harus merasakan hal itu terus? Terkunci di dalam sebuah tempat kelam tanpa satu orang pun yang menemani. Haruskah aku memanggil seseorang agar ia mau mengetuk pintu ini? Akankah ia mendengar panggilan ku? Atau dia mendengar namun ia hanya akan berlau begitu saja. Sudah lama aku sendirian menunggu di dalam sini. Aku menunggu datangnya seseorang. Ya, seseorang.

Ketika aku telah lama menunggu, terdengar langkah kaki seseorang menghampiri pintu ini. Aku pun membuka kedua mataku, mencari darimana asal langkah kaki itu berada. Langkah kaki itu berdiri di depan pintu ini. Jantungku berdegup dengan sangat kencang. Apakah dia akan mengetuk pintu ini? Atau kah dia hanya akan pergi begitu saja? Atau dia mencoba mengetuk, namun pintu ini bukan miliknya. Aku terus bertanya-tanya di benak ku.

Seseorang itu melangkahkan kakinya mendekati pintu ini. Aku masih terdiam tak berkutik. Sedetik... Hening.. Dua detik... Hening... Tiga detik, empat detik, lima detik, masih tetap hening. Aku mulai sedikit kecewa. Apa dia benar-benar tidak akan mengetuk pintu ini. Terbayang lagi olehku, aku harus tetap terkunci dalam kesendirian dan kegelapan. Air mata ini mulai mengalir kembali. Namun tiba-tiba.....

TOK...TOK...TOK...

Suara ketukan terdengar. Aku membelalakkan mataku tak percaya. Aku tetap bertanya-tanya lagi. Apakah tadi yang aku dengar benar-benar suara ketukan? Lalu apakah pintu ini akan terbuka? Atau kah dia bukanlah orang yang tepat. Aku masih terdiam menanti terbukanya pintu. Tanpa aku duga, dalam hitungan detik, pintu itu terbuka. Ya, terbuka. Pintu yang sudah terkunci sekian lama itu akhirnya terbuka. Benar-benar terbuka.

Sesosok pria tinggi dan tampan berdiri di balik pintu. Untuk pertama kalinya setelah pintu ini lama terkunci, dia datang memberikan cahaya untuk ku. Aku masih terdiam memandang wajahnya. Pria itu tersenyum kepadaku. Rasanya aku tak dapat membalas senyuman itu. Dalam keadaan tubuh terkaku, pria itu mendekatiku. Dia menjulurkan tangannya sambil tersejyum untuk kedua kalinya kepada ku.

Aku masih terdiam dan hanya memandang uluran tangannya. Aku melangkah kundur dengan perlahan. Aku masih meragukan semua ini. Aku takut dia bukanlah orang yang tepat. Tapi pintu ini adalah kejujuran. Pintu ini tidak akan mungkin mau terbuka jika bukanlah orang yang tepat. Pria itu kembali mendekat kepadaku. Wajah terlihat sedikit ketakutan. Namun, dengan wajah tenang dan damainya dia berkata...

"Kau bisa membenciku jika aku tidak bisa membuatmu bahagia. Kau bisa mengutukku jika aku membuatmu menangis. Kau bisa berlari sejauh mungkin jika aku menyakitimu. Kau bisa menghancurkanku jika aku mengkhianatimu. Kau bisa menghukumku jika aku memanglah bukan orang yang tepat untukmu. Aku memanglah bukan orang yang sempurna, tapi aku akan selalu berusaha membahagiakanmu, membuatmu tersenyum, tidak membuat air matamu yang berharga keluar, dan berusaha menjadi yang terbaik untukmu."

Dia lalu tersenyum untuk yang ketiga kalinya. Tapi kali ini senyumannya benar-benar terlihat tulus dan membuat suasana sangat damai. Aku melangkahkan kaki ke depan dengan perlahan. Tangannya masih terjulur menungguku. Aku melangkahkan kakiku perlahan mendekat padanya. Dengan pelan kujulurkan tanganku dia atas telapak tangannya. Dalam hitungan detik, telapak tangan kita sudah bertemu. Kita? Sudah lama aku tidak pernah menyebut tentang 'kita'.

Dia tersenyum dengan manis padaku. Lalu kita berjalan perlahan meninggalkan tempat yang gelap itu. Aku melihat sebuah cahaya diujung sana. Duniaku yang gelap kini bisa berwarna. Penantianku selama ini tidak sia-sia. Dia, dia yang selalu aku tunggu akhirnya datang. Dia yang selalu aku tunggu dibalij pintu akhirnya mampu membuat pintu itu terbuka. Terimakasih karena dia telah berani mengetuk pintu itu dan mengulurkan tangannya untukku.

Kamis, 03 April 2014

Ajari Aku Mengingatmu


Kau tidak mengingatku, itu akan menyakitiku. Tapi, jika kau lebih mengingatnya dibandingkan denganku, itu akan lebih menyakitiku. Lebih baik kau tidak mengingatku, dibandingkan kau harus selalu mengingatnya. Akan kuajari dirimu bagaimana agar terus bisa mengingatku.
 
            “Aku bilang tinggalkan aku sebelum aku berubah menjadi orang lain yang tak mengenalmu!!” Nattan berteriak tegas. Tasya terdiam dan hanya menatap Nattan. Apartement Nattan kini terasa begitu sunyi.
            “Tasya, aku mohon...” Kini suara Nattan menjadi lebih lembut. “Aku nggak mau lihat kamu tersiksa seperti ini. Penyakit ku ini pasti sangat menyiksamu.”
            Tasya tetap terdiam, tanpa ia sadari, ada sesuatu yang mengalir membasahi kedua pipinya. Semenjak Natta terkena penyakit Alzheimer, ia benar-benar harus berjuang. Masa lalu Nattan bersama seorang wanita yang sangat ia sayangi begitu melekat di dalam otaknya. Ketika penyakitnya kambuh, Tasya harus berjuang untuk menjadi dua pribadi yang berbeda. Tasya yang ceria dan energic harus berubah menjadi seorang Ara yang lembut dan anggun. Semua ini ia lakukan hanya demi Nattan, tunangannya.
            “Aku tidak peduli Nattan!! Aku tidak peduli seberapa parah penyakit itu merambat ke otakmu dan menghilangkan semua kenangan kita!! Aku tidak pernah peduli!!” Kini Tasya angkat bicara. Air mata semakin deras keluar dari kedua mata indahnya.
            “Tasya....”
            “Aku ingin pernikahan kita tetap berlanjut!! Aku ingin kita meneruskan pertunangan kita sampai ke pelaminan.”
            Kini giliran Nattan yang terdiam. Entah sampai kapan Tasya harus menanggung beban karena efek dari penyakitnya ini. Selama tiga tahun ini ia selalu menderita karena Nattam. Bayangan masa lalu dengan Ara masih terus melekat dalam ingatannya. Sehingga, ketika penyakit Alzheimernya kambuh, yang ada di dalam pikirannya hanya Ara bukan Tasya.
            “Dokter bilang penyakitmu bisa sembuh. Kamu hanya harus berjuang melawan masa lalumu dengan Ara. Aku yakin, penyakit itu akan hilang. Dan kamu bisa hidup normal Nattan.” Tasya menggenggam tangan Nattan dengan lembut.
            Nattan masih terdiam. Pandangannya kosong. Ia merasakan sakit di kepalanya. Ia melepaskan genggaman tangan dari Tasya dan memegangi kepalanya yang kesakitan. Tasya hanya terdiam. Ia tau jika penyakit Nattan akan kambuh. Ia selalu siap dengan apa yang akan terjadi setelah ini.
            “Nattan.. Nattan.. Kamu nggak apa-apa?” Tasya mencoba menenangkan Nattan. Tapi Nattan malah menepiskan tangan Tasya dan memandangnya penuh amarah.
            “Siapa kamu?! Jangan pernah sentuh aku!!” Nattan berteriak kepadnya. Tasya pun sebisa mungkin menahan agar air matanya tidak jatuh disaat seperti ini. Tasya berusaha untuk tersenyum kepada Nattan.
            “Aku Ara, Nattan.” Nada bicara Tasya pun berubah menjadi sangat lembut dan tenang. Mendengar kata Ara, Nattan pun menjadi tenang dan mendekat ke arah Tasya.
            “Ara...” Nattan mengelur rambut Tasya. “Kamu kemana aja? Aku sangat merindukanmu. Aku mencintaimu Ara.” Lalu ia memeluk Tasya dengan lembut. Tasya pun menangis ketika berada dipelukan Nattan. Ara memang lah wanita yang sempurna untuk Nattan. Kalau saja ia tidak pergi dengan pria lain, mungkin Nattan tidak akan mengalami hal semacam ini.
            Kata dokter, depresi yang dialami Nattan sangat besar, dan itu menyebabkan kemampuan kerja otaknya menjadi berkurang, sehingga penyakit Alzheimer pun menyerangnya. Tapi, Alzheimer yang diderita Nattan tidak terlalu parah, hanya beberapa hari sekali penyakitnya kambuh. Dan ketika penyakitnya kambuh, Nattan akan melupakan semuanya kecuali kenangannya bersama Ara.
            “Aku selalu di sini Nattan. Selalu di sini bersamamu..” Kata Tasya lirih.

*****

            Waktu terus berjalan. Pernikahan antara Tasya dan Nattan pun semakin dekat. Walaupun Nattan sedikit ragu dengan pernikahan mereka, tapi Tasya selalu ada untuk meyakinkan Nattan. Semakin hari, penyakit Alzheimer yang diderita oleh Nattan semakin parah. Terkadang penyakit Alzheimernya bisa kambuh tiga hari sekali. Sekuat tenaga Tasya berusaha untuk menenangkan Nattan dengan berpura-pura sebagai Ara.
            “Tasya, jika kamu terus berpura-pura sebagai Ara, Nattan tidak akan pernah bisa melupakan masa lalunya. Dan itu akan membuat penyakitnya semakin parah. Jika itu terjadi, bisa-bisa dia akan terjebak pada masa lalunya.” Kata Dokter Ryan, ketika Tasya mengunjunginya untuk konsultasi soal Nattan.
            “Tapi Dok, aku tidak sanggup kalau harus melihat dia terus-terusan merasa kesakitan ketika mencari dimana Ara berada.” Tasya tertunduk.
            “Dengar Tasya, berpura-pura menjadi Ara tidak akan merubah suasana menjadi lebih baik. Jika kamu ingin Nattan segera sembuh, kamu harus menjadi Tasya ketika penyakitnya kambuh. Ingat, beberapa hari lagi pernikahan kalian akan dilaksanakan. Berhentilah untuk berpura-pura menjadi orang lain, Tasya. Kamu harus rela melihat dia sakit untuk beberapa saat saja, dibandingkan harus kamu yang selalu sakit.” Dokter mencoba menenangkan Tasya.
            Tasya menarik nafas panjang, “Baik Dok, aku akan berusaha...”

*****

            “Tasya, kamu cantik sekali nak menggunakan gaun itu.” Kata Ibu Tasya ketika melihat anaknya tampak cantik menggunakan gaun pengantin.
            Tasya tersenyum kepada Ibunya, “Terimakasih Bu..”
            Ruangan tempat akad nikah Tasya dan Nattan sudah terisi penuh oleh tamu-tamu undangan. Nattan pun sudah duduk rapi di depan sang penghulu. Ia tampak gugup sekali, terlihat dari tangannya yang suka memainkan jarinya ketika ia merasa gugup. Tasya datang perlahan dari luar. Ia tampak terlihat cantik dan anggun dengan balutan gaun pengantin berwarna putih. Rambutnya di gulung dengan sangat cantik, juga riasan di wajahnya yang membuat ia semakin terlihat sempurna. Lengkungan indah terlihat di wajah Nattan dari bibirnya. Ia tersenyum ketika melihat sang calon istri sangat cantik di matanya.
            Tasya pun duduk di sebelah Nattan dengan perlahan. Nattan masih terus melihat ke arah Tasya. Ia benar-benar terkesan dengan penampilan Tasya di hari yang special ini. Tiba-tiba sekelebat bayangan di masa lalu Nattan muncul di dalam pikirannya. Ia merasakan sakit di kepalanya. Penghulu pun memanggil namanya berkali-kali karena akad nikah akan segera dimulai. Sekuat tenaga Nattan berhasil mengendalikan semuanya seperti semula lagi. Tapi rasa sakit di kepalanya masih terasa.
            Penghulu pun mengulurkan tangannya untuk membuat janji sehidup semati antara Nattan dan Tasya. Nattan, mengulurkan tangannya juga. Sang penghulu mulai membuat janji kepada Nattan. Kepala Nattan mulai terasa sakit. Bayangan-bayangan masa lalunya bersama Ara mulai berlari-lari di otaknya. Nattan tidak bisa berkonsentrasi dengan yang penghulu katakan. Kepalanya terlalu sakit, ia melepaskan tangan sang penghulu dan memegangi kepalanya yang kesakitan sambil berteriak.
            Semua orang yang ada di ruangan itu tampak panik, tidak terkecuali Tasya. Ia memanggil-manggil nama Nattan. Tasya sudah mengira ini semua akan terjadi. Penyakit Nattan akan  kembali kambuh. Ia teringat kembali perkataan Dokter Ryan, jika ia harus melawan penyakit dari Nattan itu. Nattan pun terdiam karena kesakitan yang menyerang kepalanya sudah mereda. Ia membuka matanya, semua orang tampak panik melihat Nattan yang kesakitan. Nattan bangun dan terduduk kembali. Lalu ia memandang ke arah Tasya.
            “Ara...” Panggil Nattan lembut. Semua orang yang berada di dalam ruangan begitu terkejut ketika Nattan memanggil nama wanita lain dan bukannya Tasya.
            “Ara, kamu cantik sekali.” Nattan terus memanggil Tasya dengan sebutan Ara. Tasya pun terdiam. Air matanya pun jatuh membahasi wajahnya dan melunturkan riasan wajahnya.
            “Bukan...” Dengan nada pelan dia mengatakan hal itu. Wajah Nattan tampak kebingungan.
            “Aku bukan Ara!!! Hentikan itu Nattan!!!” Kali ini Tasya memberanikan diri untuk melawan penyakit Nattan. Ia sudah tidak tahan karena harus berpura-pura sebagai Ara. Dia berusaha mengikuti kata-kata dokter, dan membiarkan Nattan sakit dalam beberapa saat saja dibandingkan ia harus menderita seperti ini terus.
            “Apa? Bohong!! Kamu Ara kan. Tunanganku. Dan kita sekarang akan menikah.” Nattan masih bersikeras. Semua orang yang ada di ruangan itu hanya bisa terdiam menyaksikan perdebatan antara Nattan dan Tasya.
            “Nattan!! Buka matamu!! Aku ini Tasya, bukan Ara. Ara uda pergi ninggalin kamu. Dan di sini hanya ada aku. Tasya!!” kepala Nattan terasa sangat sakit sekali. Bayangan masa lalunya datang dan pergi di dalam pikirannya.
            “Ara nggak pernah ada buat kamu! Selama ini akulah yang ada di sisimu. Aku yang selalu menemani hari-harimu. Ara uda pergi dengan kekasih barunya. Ia sudah mempunyai rumah tangga sendiri. Sadarkan dirimu!!” Tasya masih terus bersikeras agar Nattan tidak mengingat Ara lagi.
            Nattan masih terus memegangi kepalanya yang kesakitan. Ia merasakan sakit yang luar biasa. Bayangan Ara kembali muncul, ingatannya tentang Ara yang meninggalkannya karena pria lain berhasil muncul di dalam pikirannya. Ara pergi, dia melepaskan Nattan begitu saja karena pria lain yang lebih kaya dibandingkan Nattan. Tiba-tiba muncul seorang wanita bernama Tasya, ia yang selalu menemani hari-harinya setelah kepergian Ara. Sampai pada akhirnya, ia melamar Tasya.
            Orang-orang semakin panik melihat Nattan yang kesakitan. Ara hanya bisa terdiam dan menangis melihatnya. Semua orang bertanya apa yang terjadi pada pengantin pria. Tapi Tasya tetap terdiam. Sampai akhirnya Nattan terjatuh dan tak sadarkan diri.

*****

            Nattan membuka kedua matanya. Terlihat ruangan serba putih ada di depan matanya. Rasa nyeri di kepalanya masih terasa. Ia memegangi kepalanya yang terasa sakit. Tiba-tiba ada sebuah tangan yang memegang lembut tangan Nattan. Tasya. Ia sudah ada di samping Nattan. Memandangnya dengan lembut. Masih berbalut gaun pengantin putih yang cantik, tapi riasan wajah dan rambutnya sudah tidak lagi serapi tadi.
            Mata Tasya tampak sembab karena terlalu banyak menangis. Nattan tersenyum pada Tasya. Ia merasakan ketulusan dari Tasya kepadanya. Nattan pun membalas genggaman tangan Tasya. Ia juga menghapus air mata yang membasahi wajah cantik Tasya.
            “Maafkan aku Nattan..” Kata Tasya lembut.
            “Seharusnya aku yang mengatakan hal itu. Maafkan aku, karena selama tiga tahun ini selalu membuatmu menderita. Kini aku sadar jika Ara memang benar-benar sudah pergi dari hidupku. Dan kamu yang selalu hadir selama ini, bukan Ara. Maafkan aku, Tasya.” Nattan memandang lembut ke arah Tasya.
            “Nattan, kamu ingat kalau selama ini kamu menganggap aku Ara?”
            “Iya, maafkan aku. Aku tidak akan melakukan hal seperti itu.” Tasya tersenyum mendengarkan perkataan dari Nattan barusan.
            “Bukankah seharusnya hari ini pernikahan kita? Tapi kenapa riasanmu seperti itu?” Nattan menggoda Tasya.
            “Ayo panggil penghulunya kemarin, saat ini juga aku akan menikahimu...” Tasya pun tersenyum dan menangis. Kali ini bukan air mata kesedihan, melainkan kebahagiaan. Penyakit itu sudah berhasil pergi dari diri Nattan. Nattan sudah tidak lagi merasakan depresi yang berlebih. Ia sudah kembali ke kehidupan normalnya bersama dengan Tasya, wanita yang sangat ia cintai.
           

Kamis, 21 November 2013

Bahagia itu sederhana

Hai para teakwila :) *sebutan fans tea :p
okkee tea balik lagi hadir nih buat mengisi kekosongan blog ini yang sudah bertahun-tahun tidak terisi :(
Kalau sebelum-sebelumnya selalu kegalauan yang terisi, kali ini sudah nggak lagi nih.
Tea bakalan kasih motivasi-motivasi penyemangat untuk para teman-teman sekalian (^.^)9
Oke, Tea sekarang akan membahas tentang BAHAGIA.
Hmm, menurut aku bahagia itu sederhana ya.
Kita ngga perlu punya gadget mahal, uang banyak, mobil mewah, rumah gede, dan lainnya deh.
Tapi, bahagia itu cukup kita miliki dalam hati kita. Maksudnya?
Jadi gini ya gengs, untuk apa kita punya semua yang tadi uda aku sebutin kalau di dalam hati kita tidak pernah merasakan kepuasan atau bersyukur. Itu sama aja kayak kalian itu nggak pernah menemukan kebahagiaan kalian.
Contohnya aja kayak keluarga kaya raya, tapi mereka tidak pernah merasakan kenikmatan makan bersama sekeluarga di meja makan, karena kesibukan mereka masing-masing. Beda dengan keluarga sederhana yang mau meluangkan waktunya walaupun hanya sedikit saja untuk makan bersama keluarga di meja makan dengan lauk yang sederhana pula tapi mereka merasakan kenikmatan dan kebersamaan.
Dari contoh kecil itu aja kita bisa membedakan mana yang lebih bahagia bukan?
Nah sama seperti dikehidupan sekarang gengs. Segala sesuatu tentang barang-barang mahal tidak selalu membuat kalian bahagia. Bahagia itu cukup sederhana, benar-benar sederhana.
Kalian berkumpul dengan orang-orang yang membuat kalian nyaman saja itu sudah sangat membuat kalian bahagia bukan? Bercanda bersama, tertawa, berbagi keluh kesah, itu contoh sederhana dari kebahagiaan yang selalu dirindukan setiap orang.
So, bagiku, bahagia itu seperti sebuah barang yang sangat susah kita temukan. Bahagia itu seperti kita menemukan hal sekecil apapun tapi kita merasakan kenyamanan dan kepuasaan tersendiri dihati kita :) itu sih menurut aku.
Oke deh gengs, segitu dulu aja kali ya. Ya, intinya itu semua orang pasti memiliki kebahagiaan masing-masing, tinggal bagaimana saja orang tersebut memerlakukan kebahagiaan itu :)

Minggu, 27 Oktober 2013

Aku Berhenti Melangkah



             Aku terus berjalan. Kakiku terus melangkah. Menapaki setiap alur kehidupan yang telah Tuhan gariskan untukku. Kaki ini rasanya tak pernah lelah. Terus ingin menggapainya. Sesuatu yang telah hilang dalam hidupku. Tapi sesuatu itu sangat sulit untukku raih kembali. Aku tak sanggup menggapainya. Ia sudah berada jauh di puncak sana. Di langit ketujuh dan tak dapat kupandang lagi. Kaki ini semakin lama semakin pelan melangkah. Hingga akhirnya sudah tak mampu lagi berjalan. Aku berhenti. Aku terdiam. Memandangimu dari tempat aku berdiri. Aku sudah tak ingin menggapai sesuatu itu. Aku sudah menyerah pada keadaan. Aku sadar jika sesuatu itu memang bukanlah milikku. Ia harus pergi. Terbang jauh ke langit yang begitu tinggi, sehingga mataku tak sanggup untuk memandangnya. Sesuatu itu telah hilang. Perlahan hilang bersamaan dengan awan-awan yang mengelilinginya. Mungkin dia memang bukanlah milikku. Mungkin sesuatu yang akan kumiliki bisa jauh lebih baik darinya sebelumnya. Aku yakin itu. Tuhan akan selalu memberikan yang terbaik untukku.
             Aku masih terdiam di tempat aku berdiri. Kaki ini sudah benar-benar lelah mengejarnya sampai sudah tak mampu lagi melangkah. Dia pergi. Pergi menjauh dariku. Tak memerdulikanku sedikit pun. Tak memerdulikanku yang sudah kelelahan karena mengejarnya. Bahkan ia tak sekalipun menengok ke belakang hanya untuk memberikan senyuman kecil di wajahnya untukku. Kini aku yakin, dia memanglah bukan yang terbaik. Aku juga sadar, ternyata aku dan sesuatu itu memang tidak pernah ada garis yang menghubungkan kita berdua. Aku pergi. Dan aku berhenti mengejarmu. Aku tidak akan memaksakan kaki ini untuk menaiki puncak itu kembali. Kini kau bisa bersenang-senang di atas sana, tanpa harus menengok ke bawah lagi. Karena ketika kau menengok ke bawah, aku sudah tidak ada di sana untuk menunggumu lagi.

Sabtu, 28 September 2013

Simpan Air untuk Mas Depan (Lomba penulisan kreatif #FestivalMedia2013)



            Air dan manusia adalah peranan penting yang tidak bisa terpisahkan. Di dalam kehidupan, manusia sangat membutuhkan air. Selain air digunakan untuk minum, air juga dapat digunakan untuk berbagai hal seperti mencuci, mandi, dan lainnya. Air juga salah satu dari sekian banyaknya kebutuhan makhluk hidup, terutama untuk manusia. Tanpa air, kehidupan di dunia akan menjadi kering. Kegunaan air yang beragam untuk kehidupan, sayangnya sudah semakin tidak dimanfaatkan dengan baik oleh manusia. Penggunaan air yang semakin hari semakin bertambah membuat manusia semakin boros dalam menggunakan air. Penggunaan air yang terlalu berlebihan akan berdampak buruk bagi bumi, terutama di masa depan nanti.

       Manusia kini selalu berpikir jika air yang kita gunakan atau kita keluarkan tidak akan pernah ada habisnya. Pernahkah terbesit di dalam pikiran kita jika tiba-tiba air sangat kita butuhkan itu habis? Apa yang terjadi pada bumi dan para manusia? Untuk saat ini, air memang seperti tidak ada habisnya. Tapi bagaimana di masa depan nanti? Apakah jumlah air masih sama banyak seperti saat ini? Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Pemborosan air yang selalu manusia lakukan dalam kehidupan sehari-hari benar-benar akan berdampak buruk pada masa depan, bilamana dari sekarang para manusia tidak berusaha untuk menghemat air.

      Air yang digunakan terus-menerus tanpa henti akan mengakibatkan jumlah air di masa depan semakin berkurang. Bisakah kita bayangkan bila di kehidupan masa depan sudah tidak ada air lagi? Manusia yang dulunya bisa minum beberapa gelas air dalam sehari, di masa depan bahkan hanya segelas pun mereka akan kesusahan mendapatkannya. Manusia yang dulunya selalu mandi dengan menggunakan air, di masa depan mungkin tidak akan bisa merasakannya. Penghematan air yang dilakukan mulai dari sekarang benar-benar akan berguna bagi manusia dan makhluk hidup lainnya di masa depan.

        Beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk menghemat air diantaranya, memakai kebutuhan air secukupnya saja dan tidak berlebihan, jangan membuang-buang air untuk hal yang tidak penting, dan selalu menjaga kebersihan air dengan mengurangi polusi yang ada. Menghemat air yang kita gunakan untuk sehar-hari akan memberikan dampak baik dan manfaat yang besar untuk masa depan.