Kamis, 03 April 2014

Ajari Aku Mengingatmu


Kau tidak mengingatku, itu akan menyakitiku. Tapi, jika kau lebih mengingatnya dibandingkan denganku, itu akan lebih menyakitiku. Lebih baik kau tidak mengingatku, dibandingkan kau harus selalu mengingatnya. Akan kuajari dirimu bagaimana agar terus bisa mengingatku.
 
            “Aku bilang tinggalkan aku sebelum aku berubah menjadi orang lain yang tak mengenalmu!!” Nattan berteriak tegas. Tasya terdiam dan hanya menatap Nattan. Apartement Nattan kini terasa begitu sunyi.
            “Tasya, aku mohon...” Kini suara Nattan menjadi lebih lembut. “Aku nggak mau lihat kamu tersiksa seperti ini. Penyakit ku ini pasti sangat menyiksamu.”
            Tasya tetap terdiam, tanpa ia sadari, ada sesuatu yang mengalir membasahi kedua pipinya. Semenjak Natta terkena penyakit Alzheimer, ia benar-benar harus berjuang. Masa lalu Nattan bersama seorang wanita yang sangat ia sayangi begitu melekat di dalam otaknya. Ketika penyakitnya kambuh, Tasya harus berjuang untuk menjadi dua pribadi yang berbeda. Tasya yang ceria dan energic harus berubah menjadi seorang Ara yang lembut dan anggun. Semua ini ia lakukan hanya demi Nattan, tunangannya.
            “Aku tidak peduli Nattan!! Aku tidak peduli seberapa parah penyakit itu merambat ke otakmu dan menghilangkan semua kenangan kita!! Aku tidak pernah peduli!!” Kini Tasya angkat bicara. Air mata semakin deras keluar dari kedua mata indahnya.
            “Tasya....”
            “Aku ingin pernikahan kita tetap berlanjut!! Aku ingin kita meneruskan pertunangan kita sampai ke pelaminan.”
            Kini giliran Nattan yang terdiam. Entah sampai kapan Tasya harus menanggung beban karena efek dari penyakitnya ini. Selama tiga tahun ini ia selalu menderita karena Nattam. Bayangan masa lalu dengan Ara masih terus melekat dalam ingatannya. Sehingga, ketika penyakit Alzheimernya kambuh, yang ada di dalam pikirannya hanya Ara bukan Tasya.
            “Dokter bilang penyakitmu bisa sembuh. Kamu hanya harus berjuang melawan masa lalumu dengan Ara. Aku yakin, penyakit itu akan hilang. Dan kamu bisa hidup normal Nattan.” Tasya menggenggam tangan Nattan dengan lembut.
            Nattan masih terdiam. Pandangannya kosong. Ia merasakan sakit di kepalanya. Ia melepaskan genggaman tangan dari Tasya dan memegangi kepalanya yang kesakitan. Tasya hanya terdiam. Ia tau jika penyakit Nattan akan kambuh. Ia selalu siap dengan apa yang akan terjadi setelah ini.
            “Nattan.. Nattan.. Kamu nggak apa-apa?” Tasya mencoba menenangkan Nattan. Tapi Nattan malah menepiskan tangan Tasya dan memandangnya penuh amarah.
            “Siapa kamu?! Jangan pernah sentuh aku!!” Nattan berteriak kepadnya. Tasya pun sebisa mungkin menahan agar air matanya tidak jatuh disaat seperti ini. Tasya berusaha untuk tersenyum kepada Nattan.
            “Aku Ara, Nattan.” Nada bicara Tasya pun berubah menjadi sangat lembut dan tenang. Mendengar kata Ara, Nattan pun menjadi tenang dan mendekat ke arah Tasya.
            “Ara...” Nattan mengelur rambut Tasya. “Kamu kemana aja? Aku sangat merindukanmu. Aku mencintaimu Ara.” Lalu ia memeluk Tasya dengan lembut. Tasya pun menangis ketika berada dipelukan Nattan. Ara memang lah wanita yang sempurna untuk Nattan. Kalau saja ia tidak pergi dengan pria lain, mungkin Nattan tidak akan mengalami hal semacam ini.
            Kata dokter, depresi yang dialami Nattan sangat besar, dan itu menyebabkan kemampuan kerja otaknya menjadi berkurang, sehingga penyakit Alzheimer pun menyerangnya. Tapi, Alzheimer yang diderita Nattan tidak terlalu parah, hanya beberapa hari sekali penyakitnya kambuh. Dan ketika penyakitnya kambuh, Nattan akan melupakan semuanya kecuali kenangannya bersama Ara.
            “Aku selalu di sini Nattan. Selalu di sini bersamamu..” Kata Tasya lirih.

*****

            Waktu terus berjalan. Pernikahan antara Tasya dan Nattan pun semakin dekat. Walaupun Nattan sedikit ragu dengan pernikahan mereka, tapi Tasya selalu ada untuk meyakinkan Nattan. Semakin hari, penyakit Alzheimer yang diderita oleh Nattan semakin parah. Terkadang penyakit Alzheimernya bisa kambuh tiga hari sekali. Sekuat tenaga Tasya berusaha untuk menenangkan Nattan dengan berpura-pura sebagai Ara.
            “Tasya, jika kamu terus berpura-pura sebagai Ara, Nattan tidak akan pernah bisa melupakan masa lalunya. Dan itu akan membuat penyakitnya semakin parah. Jika itu terjadi, bisa-bisa dia akan terjebak pada masa lalunya.” Kata Dokter Ryan, ketika Tasya mengunjunginya untuk konsultasi soal Nattan.
            “Tapi Dok, aku tidak sanggup kalau harus melihat dia terus-terusan merasa kesakitan ketika mencari dimana Ara berada.” Tasya tertunduk.
            “Dengar Tasya, berpura-pura menjadi Ara tidak akan merubah suasana menjadi lebih baik. Jika kamu ingin Nattan segera sembuh, kamu harus menjadi Tasya ketika penyakitnya kambuh. Ingat, beberapa hari lagi pernikahan kalian akan dilaksanakan. Berhentilah untuk berpura-pura menjadi orang lain, Tasya. Kamu harus rela melihat dia sakit untuk beberapa saat saja, dibandingkan harus kamu yang selalu sakit.” Dokter mencoba menenangkan Tasya.
            Tasya menarik nafas panjang, “Baik Dok, aku akan berusaha...”

*****

            “Tasya, kamu cantik sekali nak menggunakan gaun itu.” Kata Ibu Tasya ketika melihat anaknya tampak cantik menggunakan gaun pengantin.
            Tasya tersenyum kepada Ibunya, “Terimakasih Bu..”
            Ruangan tempat akad nikah Tasya dan Nattan sudah terisi penuh oleh tamu-tamu undangan. Nattan pun sudah duduk rapi di depan sang penghulu. Ia tampak gugup sekali, terlihat dari tangannya yang suka memainkan jarinya ketika ia merasa gugup. Tasya datang perlahan dari luar. Ia tampak terlihat cantik dan anggun dengan balutan gaun pengantin berwarna putih. Rambutnya di gulung dengan sangat cantik, juga riasan di wajahnya yang membuat ia semakin terlihat sempurna. Lengkungan indah terlihat di wajah Nattan dari bibirnya. Ia tersenyum ketika melihat sang calon istri sangat cantik di matanya.
            Tasya pun duduk di sebelah Nattan dengan perlahan. Nattan masih terus melihat ke arah Tasya. Ia benar-benar terkesan dengan penampilan Tasya di hari yang special ini. Tiba-tiba sekelebat bayangan di masa lalu Nattan muncul di dalam pikirannya. Ia merasakan sakit di kepalanya. Penghulu pun memanggil namanya berkali-kali karena akad nikah akan segera dimulai. Sekuat tenaga Nattan berhasil mengendalikan semuanya seperti semula lagi. Tapi rasa sakit di kepalanya masih terasa.
            Penghulu pun mengulurkan tangannya untuk membuat janji sehidup semati antara Nattan dan Tasya. Nattan, mengulurkan tangannya juga. Sang penghulu mulai membuat janji kepada Nattan. Kepala Nattan mulai terasa sakit. Bayangan-bayangan masa lalunya bersama Ara mulai berlari-lari di otaknya. Nattan tidak bisa berkonsentrasi dengan yang penghulu katakan. Kepalanya terlalu sakit, ia melepaskan tangan sang penghulu dan memegangi kepalanya yang kesakitan sambil berteriak.
            Semua orang yang ada di ruangan itu tampak panik, tidak terkecuali Tasya. Ia memanggil-manggil nama Nattan. Tasya sudah mengira ini semua akan terjadi. Penyakit Nattan akan  kembali kambuh. Ia teringat kembali perkataan Dokter Ryan, jika ia harus melawan penyakit dari Nattan itu. Nattan pun terdiam karena kesakitan yang menyerang kepalanya sudah mereda. Ia membuka matanya, semua orang tampak panik melihat Nattan yang kesakitan. Nattan bangun dan terduduk kembali. Lalu ia memandang ke arah Tasya.
            “Ara...” Panggil Nattan lembut. Semua orang yang berada di dalam ruangan begitu terkejut ketika Nattan memanggil nama wanita lain dan bukannya Tasya.
            “Ara, kamu cantik sekali.” Nattan terus memanggil Tasya dengan sebutan Ara. Tasya pun terdiam. Air matanya pun jatuh membahasi wajahnya dan melunturkan riasan wajahnya.
            “Bukan...” Dengan nada pelan dia mengatakan hal itu. Wajah Nattan tampak kebingungan.
            “Aku bukan Ara!!! Hentikan itu Nattan!!!” Kali ini Tasya memberanikan diri untuk melawan penyakit Nattan. Ia sudah tidak tahan karena harus berpura-pura sebagai Ara. Dia berusaha mengikuti kata-kata dokter, dan membiarkan Nattan sakit dalam beberapa saat saja dibandingkan ia harus menderita seperti ini terus.
            “Apa? Bohong!! Kamu Ara kan. Tunanganku. Dan kita sekarang akan menikah.” Nattan masih bersikeras. Semua orang yang ada di ruangan itu hanya bisa terdiam menyaksikan perdebatan antara Nattan dan Tasya.
            “Nattan!! Buka matamu!! Aku ini Tasya, bukan Ara. Ara uda pergi ninggalin kamu. Dan di sini hanya ada aku. Tasya!!” kepala Nattan terasa sangat sakit sekali. Bayangan masa lalunya datang dan pergi di dalam pikirannya.
            “Ara nggak pernah ada buat kamu! Selama ini akulah yang ada di sisimu. Aku yang selalu menemani hari-harimu. Ara uda pergi dengan kekasih barunya. Ia sudah mempunyai rumah tangga sendiri. Sadarkan dirimu!!” Tasya masih terus bersikeras agar Nattan tidak mengingat Ara lagi.
            Nattan masih terus memegangi kepalanya yang kesakitan. Ia merasakan sakit yang luar biasa. Bayangan Ara kembali muncul, ingatannya tentang Ara yang meninggalkannya karena pria lain berhasil muncul di dalam pikirannya. Ara pergi, dia melepaskan Nattan begitu saja karena pria lain yang lebih kaya dibandingkan Nattan. Tiba-tiba muncul seorang wanita bernama Tasya, ia yang selalu menemani hari-harinya setelah kepergian Ara. Sampai pada akhirnya, ia melamar Tasya.
            Orang-orang semakin panik melihat Nattan yang kesakitan. Ara hanya bisa terdiam dan menangis melihatnya. Semua orang bertanya apa yang terjadi pada pengantin pria. Tapi Tasya tetap terdiam. Sampai akhirnya Nattan terjatuh dan tak sadarkan diri.

*****

            Nattan membuka kedua matanya. Terlihat ruangan serba putih ada di depan matanya. Rasa nyeri di kepalanya masih terasa. Ia memegangi kepalanya yang terasa sakit. Tiba-tiba ada sebuah tangan yang memegang lembut tangan Nattan. Tasya. Ia sudah ada di samping Nattan. Memandangnya dengan lembut. Masih berbalut gaun pengantin putih yang cantik, tapi riasan wajah dan rambutnya sudah tidak lagi serapi tadi.
            Mata Tasya tampak sembab karena terlalu banyak menangis. Nattan tersenyum pada Tasya. Ia merasakan ketulusan dari Tasya kepadanya. Nattan pun membalas genggaman tangan Tasya. Ia juga menghapus air mata yang membasahi wajah cantik Tasya.
            “Maafkan aku Nattan..” Kata Tasya lembut.
            “Seharusnya aku yang mengatakan hal itu. Maafkan aku, karena selama tiga tahun ini selalu membuatmu menderita. Kini aku sadar jika Ara memang benar-benar sudah pergi dari hidupku. Dan kamu yang selalu hadir selama ini, bukan Ara. Maafkan aku, Tasya.” Nattan memandang lembut ke arah Tasya.
            “Nattan, kamu ingat kalau selama ini kamu menganggap aku Ara?”
            “Iya, maafkan aku. Aku tidak akan melakukan hal seperti itu.” Tasya tersenyum mendengarkan perkataan dari Nattan barusan.
            “Bukankah seharusnya hari ini pernikahan kita? Tapi kenapa riasanmu seperti itu?” Nattan menggoda Tasya.
            “Ayo panggil penghulunya kemarin, saat ini juga aku akan menikahimu...” Tasya pun tersenyum dan menangis. Kali ini bukan air mata kesedihan, melainkan kebahagiaan. Penyakit itu sudah berhasil pergi dari diri Nattan. Nattan sudah tidak lagi merasakan depresi yang berlebih. Ia sudah kembali ke kehidupan normalnya bersama dengan Tasya, wanita yang sangat ia cintai.