Jumat, 18 September 2015

Ketukan



Pintu ini sudah lama tertutup. Tak ada satu pun yang mengetuknya lagi. Pintu ini seperti enggan menerima kode yang berbeda. Aku selalu menunggu di balik pintu. Akankah seseorang berani mengetuk pintu ini lagi?
Aku masih terdiam. Kutundukan kepalaku. Tanpa kusadari, ada sesuatu yang membasahi pipi ini. Duniaku gelap. Aku bahkan tak memiliki sebuah cahaya yang dapat menerangi duniaku. Pintu ini masih tampak sepi. Tak ada sedikit pun suara ketukan. Entah sampai kapan aku akan menunggu seseorang berani mengetuknya untuk ku. Entah sampai kapan aku harus terdiam diri dibalik pintu menanti datangnya sebuah ketukan. Aku lelah, sangat lelah.

Berada dalam dunia gelap tanpa adanya cahaya dan warna, apakah aku harus merasakan hal itu terus? Terkunci di dalam sebuah tempat kelam tanpa satu orang pun yang menemani. Haruskah aku memanggil seseorang agar ia mau mengetuk pintu ini? Akankah ia mendengar panggilan ku? Atau dia mendengar namun ia hanya akan berlau begitu saja. Sudah lama aku sendirian menunggu di dalam sini. Aku menunggu datangnya seseorang. Ya, seseorang.

Ketika aku telah lama menunggu, terdengar langkah kaki seseorang menghampiri pintu ini. Aku pun membuka kedua mataku, mencari darimana asal langkah kaki itu berada. Langkah kaki itu berdiri di depan pintu ini. Jantungku berdegup dengan sangat kencang. Apakah dia akan mengetuk pintu ini? Atau kah dia hanya akan pergi begitu saja? Atau dia mencoba mengetuk, namun pintu ini bukan miliknya. Aku terus bertanya-tanya di benak ku.

Seseorang itu melangkahkan kakinya mendekati pintu ini. Aku masih terdiam tak berkutik. Sedetik... Hening.. Dua detik... Hening... Tiga detik, empat detik, lima detik, masih tetap hening. Aku mulai sedikit kecewa. Apa dia benar-benar tidak akan mengetuk pintu ini. Terbayang lagi olehku, aku harus tetap terkunci dalam kesendirian dan kegelapan. Air mata ini mulai mengalir kembali. Namun tiba-tiba.....

TOK...TOK...TOK...

Suara ketukan terdengar. Aku membelalakkan mataku tak percaya. Aku tetap bertanya-tanya lagi. Apakah tadi yang aku dengar benar-benar suara ketukan? Lalu apakah pintu ini akan terbuka? Atau kah dia bukanlah orang yang tepat. Aku masih terdiam menanti terbukanya pintu. Tanpa aku duga, dalam hitungan detik, pintu itu terbuka. Ya, terbuka. Pintu yang sudah terkunci sekian lama itu akhirnya terbuka. Benar-benar terbuka.

Sesosok pria tinggi dan tampan berdiri di balik pintu. Untuk pertama kalinya setelah pintu ini lama terkunci, dia datang memberikan cahaya untuk ku. Aku masih terdiam memandang wajahnya. Pria itu tersenyum kepadaku. Rasanya aku tak dapat membalas senyuman itu. Dalam keadaan tubuh terkaku, pria itu mendekatiku. Dia menjulurkan tangannya sambil tersejyum untuk kedua kalinya kepada ku.

Aku masih terdiam dan hanya memandang uluran tangannya. Aku melangkah kundur dengan perlahan. Aku masih meragukan semua ini. Aku takut dia bukanlah orang yang tepat. Tapi pintu ini adalah kejujuran. Pintu ini tidak akan mungkin mau terbuka jika bukanlah orang yang tepat. Pria itu kembali mendekat kepadaku. Wajah terlihat sedikit ketakutan. Namun, dengan wajah tenang dan damainya dia berkata...

"Kau bisa membenciku jika aku tidak bisa membuatmu bahagia. Kau bisa mengutukku jika aku membuatmu menangis. Kau bisa berlari sejauh mungkin jika aku menyakitimu. Kau bisa menghancurkanku jika aku mengkhianatimu. Kau bisa menghukumku jika aku memanglah bukan orang yang tepat untukmu. Aku memanglah bukan orang yang sempurna, tapi aku akan selalu berusaha membahagiakanmu, membuatmu tersenyum, tidak membuat air matamu yang berharga keluar, dan berusaha menjadi yang terbaik untukmu."

Dia lalu tersenyum untuk yang ketiga kalinya. Tapi kali ini senyumannya benar-benar terlihat tulus dan membuat suasana sangat damai. Aku melangkahkan kaki ke depan dengan perlahan. Tangannya masih terjulur menungguku. Aku melangkahkan kakiku perlahan mendekat padanya. Dengan pelan kujulurkan tanganku dia atas telapak tangannya. Dalam hitungan detik, telapak tangan kita sudah bertemu. Kita? Sudah lama aku tidak pernah menyebut tentang 'kita'.

Dia tersenyum dengan manis padaku. Lalu kita berjalan perlahan meninggalkan tempat yang gelap itu. Aku melihat sebuah cahaya diujung sana. Duniaku yang gelap kini bisa berwarna. Penantianku selama ini tidak sia-sia. Dia, dia yang selalu aku tunggu akhirnya datang. Dia yang selalu aku tunggu dibalij pintu akhirnya mampu membuat pintu itu terbuka. Terimakasih karena dia telah berani mengetuk pintu itu dan mengulurkan tangannya untukku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar